SURABAYA – Hipertensi merupakan salah satu dari sekian penyakit kronis yang ada di Indonesia. Penyakit tersebut terjadi ketika seseorang memiliki tekanan sistolik melebihi 140 mmHg dan diastolik melebihi 90 mmHg. Pengidap seringkali tidak mengetahui gejala yang dialami ketika terserang hipertensi. Seringkali penyakit ini baru diketahui setelah terjadinya komplikasi.
Mengenai hal tersebut, KKN-BBM 66 UNAIR menggelar sosialisasi pencegahan hipertensi di Desa Pondoknongko Kecamatan Kabat Kabupaten Banyuwangi. Agiel Shintia Miftahul Jannah selaku ketua kelompok KKN menyebutkan, permasalahan kesehatan yang terdapat di desa tersebut adalah maraknya warga desa yang terserang darah tinggi atau hipertensi. Oleh karenanya, kegiatan yang diusung mendapat dukungan penuh dari seluruh warga yang terlibat.
Dalam sosialisasinya, kegiatan ini diisi langsung oleh salah satu anggota KKN Arifah Nurul mahasiswa Kesehatan Masyarakat Angkatan 2019. Ia menyebutkan, pada tahun 2018 prevalensi hipertensi mencapai angka 34, 11 persen pada penduduk rata-rata usia 18 tahun ke atas. Dalam hal ini, seseorang akan lebih rentan mengalami hipertensi apabila anggota keluarga memiliki riwayat hipertensi.
Beberapa Faktor
Menurut Arifah, Selasa (26/7/2022) terdapat beberapa hal yang tidak dapat diubah dari pengidap hipertensi, . Beberapa di antaranya adalah usia, jenis kelamin, ethis, dan genetik. Namun, dalam pengobatannya, bukan berarti tidak ada yang tidak dapat dicegah.
Baca juga:
Kolonel Unang Komitmen Putus Rantai Pandemi
|
“Salah satu faktor yang dapat diubah adalah kandungan nutrisi yang dikonsumsi pengidap. Hal tersebut merupakan antisipasi guna pencegahan penyakit dengan mudah, ” lanjutnya.
Salah satu kandungan nutrisi yang memiliki kesinambungan langsung pada pengidap hipertensi ini adalah garam. Konsumsi garam berlebih akan menyebabkan mengecilnya diameter pembuluh darah arteri, sehingga jantung harus memompa darah lebih kuat yang berakibat meningkatnya tekanan darah.
“Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki riwayat hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya, ” imbuhnya.
Sementara itu, Agil mengungkapkan, sosialisasi ini memfokuskan bahasan mengenai pencegahan penyakit hipertensi dengan pemanfaatan limbah ikan yang melimpah. Pasalnya, 75 persen populasi dari warga Pondoknongko berprofesi sebagai nelayan.
Dalam materinya, Arifah menyebutkan bahwa kaldu ikan merupakan salah satu produk yang dapat dijadikan sebagai substansi pengganti penyedap makanan atau garam ke dalam masakan sebagai salah satu upaya pencegahan hipertensi. Selain memiliki manfaat, produk tersebut dapat diolah dengan bahan-bahan yang mudah didapatkan.
“Kaldu ikan memiliki tingkat kegurihan yang sama dengan garam. Namun bedanya, produk tersebut akan menjadi solusi ketika pengidap hipertensi tengah melakukan diet garam, ” pungkasnya. (*)
Penulis : Azka Fauziya
Editor : Binti Q. Masruroh