SURABAYA – Sebagai manusia dengan berbagai perkara di atas dunia, kita memiliki keanekaragaman dan kebudayaan. Sayangnya, ketika menilik sejarah, keragaman terkadang muncul konflik dan perpecahan. Padahal jika dibandingkan dengan perbedaan yang dapat mendukung pembangunan dunia.
Dahulu di Amerika Serikat, terjadi pengelompokan hak warga berdasarkan warna kulit. Contohnya saja pendidikan yang dapat dicapai orang kulit putih dan orang kulit hitam diberikan di sekolah yang berbeda. Aturan Jims Crow Law mengatur pemisahan transportasi dan sekolah berdasarkan warna kulit, dan aturan ini dianggap sah.
Baca juga:
Diplomasi Syair Ala Kiai Zulfa Mustofa
|
Menggunakan Separate but Equal , pemisahan penggunaan fasilitas umum pada ras kulit putih dan hitam yang pada awalnya awalnya menjadi setara. Namun pada praktiknya, terdapat banyak kemungkinan kondisi yang semakin rumit. Sekolah yang ada untuk kulit hitam selalu jauh dari kota dan memiliki kurikulum serta fasilitas yang lebih buruk.
Menyikapi pengalaman-pengalaman di masa lalu yang serupa, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan 21 Mei sebagai Hari Dialog Pengembangan Perbedaan Budaya Sedunia. Dilaporkan dari situs PBB, sebagian besar konflik yang berasal dari intoleransi yang sering disebabkan oleh ketidaktahuan.
Baca juga:
Realita dan Ambisi G-20 di Perubahan Iklim
|
Padahal, keragaman dunia menciptakan pengalaman dalam berbagi dan belajar tentang perbedaan antar umat manusia. Pengalaman tersebut nantinya mendorong koeksistensi damai antara masyarakat. Maka dari itu, PBB membuat dialog untuk menjembatani budaya demi menciptakan perdamaian.
Menurut UNESCO, dialog antar budaya juga dapat menumbuhkan kohesi sosial dan membantu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembangunan berkelanjutan. Melalui dialog antarbudaya, terjadi pertukaran ide yang akan mengembangkan pemahaman lebih dalam mengenai berbagai perspektif dalam perbedaan.
Indonesia sendiri tercatat sebagai negara paling beragam di dunia. Keragaman ini bukan menjadi penghambat bagi Indonesia, tetapi justru sebagai aset berharga karena keragaman itu dinamis dan berkembang.
Beberapa konflik terjadi di masa akhir, seperti konflik antara etnis Dayak dan Madura di Sampit, konflik antara kelompok Kristen dan Islam di Ambon, serta korban Mei 1998 yang berimbas pada etnis Tionghoa. Namun, berbagai sejarah konflik yang ada ini justru sebagai penguat solidaritas etnis dan dapat menjadi pembelajaran bagi rakyat Indonesia.
Selain untuk membuat dunia lebih damai dengan keragaman budaya yang ada, Hari Dialog dan Pengembangan Perbedaan juga menjadi kesempatan untuk mempromosikan budaya. Meskipun hari ini tidak dilabeli sebagai tanggal merah, tetapi kita tetap bisa mengisi dan memaknainya dengan menggunakan baju tradisional seperti kebaya, mendengarkan musik budaya, menonton kebudayaan, dan lain sebagainya yang membuat kita dapat lebih mengenal dan mencintai budaya kita sendiri.
Anak muda berkeinginan membangun masyarakat berdasarkan penemuan, keadilan sosial, inklusi, dan masa depan bersama. Peran yang dapat diambil generasi muda dalam memajukan dialog antar budaya dan pemahaman lintas budaya adalah dengan kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan komunitas budaya. Mereka perlu diberi ruang untuk berdikusi dan mengembangkan karya mereka.
Ditulis oleh: Silvita Pramadani Mahasiswa Departemen Manajemen Bisnis ITS
Angkatan 2021
Wartawan ITS Online